Hai.. ini ceritaku yang kedua. Sama dengan post yang sudah-sudah. Cerita ini pernah aku post juga di catatan facebook aku dulu. Dan aku juga mere-postnya disini. Semoga yang membaca tulisan aku ini tidak pernah merasa bosan membaca tulisan-tulisanku ya :) Oh iya Cerita ini dulu aku beri judul "Satu Kisah Dalam Coretan". Kenapa menggunakan judul itu? Kalau ditanya seperti itu maka aku akan menjawabnya, TIDAK TAHU. hehe karena memang benar! aku tidak tahu kenapa aku memberi cerita ini judul itu. Tapi sudahlah.. lebih baik baca ceritanya langsung kan?? xD
Kini aku harus terima semuanya. Satu kenyataan bahwa apa yang aku
miliki harus hilang. Tak ada gunanya lagi aku mengharapkannya. Ya! Ini
adalah keputusan Tuhan untukku. Kini aku hanya dapat duduk diam diatas
kursi dengan roda disampingnya serta selembar buku dan sabuah pensil.
Kini hari-hari yang aku lewati tampak berbeda. Aku tak dapat lagi
merasakan dinginnya lantai-lantai di taman belakang rumah! Aku tak dapat
lagi tertawa! Aku tak dapat lagi bernyanyi!
Kini dunia yang aku
punya hanyalah dunia kegelapan! Ya itulah yang pertama kali aku rasakan
saat aku terbangun hari itu. Tepatnya 2 bulan lalu. Saat aku terbangun
dan membuka kedua mataku. Aku lihat dinding kamar putih itu. Aku heran
dengan keadaan kamar itu. Jelas itu bukan kamar ku. Kamarku penuh dengan
dekorasi ,warnanya biru muda. Warna kesukaan ku. Akhirnya aku
mengarahkan pandanganku pada sosok tubuh yang berdiri tepat disampingku.
Dokter Romi. Ya dia.. dokter pribadi keluarga ku. Lantas akhirnya aku
gerakkan badanku, mencoba bangun dari tidur. Aku ingat, dokter Romi
membantuku saat itu. Memegangi badanku, membantuku untuk bangun. Saat
itu yang aku rasakan hanya badanku lelah, seluruh badanku terasa sakit.
Dokter Romi mengatakan bahwa aku telah lama terbaring di kamar tidur
itu, tepatnya dari 2 hari lalu. Aku hanya diam. Lalu aku mencoba menarik
badanku untuk dapat bersandar di tempat tidur rumah sakit itu yang
sebelumnya sudah dokter Romi atur agar dapat bangun. Aku merasakan ada
hal yang berbeda. Mengapa kakiku tampak lebih pendek? Aku
membuka selimut yang menutupi bagian kaki ku. Aku tak pernah berfikir
hal ini akan terjadi pada diri aku sendiri. Hal yang biasanya aku
temukan di sinetron-sinetron ala Indonesia. Kakiku di amputasi.
Jelas mataku terbelalak saat itu. Shock, perasaan hancur, dan sesak di
dada saat itu aku rasakan. Tanpa sadar aku hanya mengeluarkan air mata.
Alirannya terasa jelas di pipiku. Dokter Romi memelukku saat itu.
Mencoba tenangkan aku.Lama aku rasakan menangis dalam pelukan dokter
Romi. Perasaan ku mulai dapat aku kendalikan. Aku melihat kesekeliling,
tertuju pada sofa yang ada di dalam kamar. Tapi sofa itu kosong.
Tampaknya dokter Romi mengerti benar apa maksud tingkah aku saat itu.
Aku mencari kedua orang tua ku. Aku menatap ke arah dokter Romi, aku
membuka bibirku perlahan..mencoba untuk berbicara. Tapi.. tak ada satu
kata pun yang terdengar saat itu, jangankan satu kata, satu huruf pun
tak ada. Aku merasa risau saat itu. Bingung dan tak tahu apa yang
terjadi dengan aku sebenarnya. Aku terus mencoba dan terus mencoba untuk
berbicara hingga aku lelah dan mulai ku rasakan lagi air mata ku jatuh
di pipi. Tapi.. aku masih terus mencobanya. Sampai akhirnya dokter Romi
menghentikan ku. Aku masih ingat perkataannya saat itu,
“Lala.. jangan di paksakan. Sudahlah kamu istirahat saja sayang..”
tapi
aku tak menghiraukan perkataan dokter Romi saat itu. Sampai akhirnya
aku menatap kembali wajah dokter Romi. Dokter Romi justru tersenyum dan
melangkah keluar kamar. Aku jelas heran dengan perlakuan dokter Romi
saat itu.
Aku hanya sendiri di kamar. Tak ada teman satu pun
disana. Yang aku rasakan saat itu hanya shock dan perasaan hancur. Jelas
perasaan itu aku rasakan.. kedua kakiku telah hilang karena diamputasi
dan suara ku pun hilang entah kemana. Tak lama aku dalam lamunan saat
itu, dokter Romi kembali ke kamarku. Dia membawa selembar kertas dan
sebuah ballpoint. Dia memberikannya padaku. Satu hal Ia katakan saat
itu,
“Lala.. tuliskan apa yang ingin kamu ketahui di sini”.
Aku
terima kertas dan ballpoint itu. Merskipun terasa kaku aku mencoba
untuk menulis. Aku tuliskan semua yang ingin aku ketahui tentang
keadaanku saat itu.
Dokter.. apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa kedua kakiku hilang? Mengapa aku tak bisa berbicara? Kemana ayah? Kemana ibu?
Dokter
Romi mengambil kertas itu dan membacanya. Membaca tulisanku yang tak
karuhan itu. Ekspresinya mulai berubah.. itu yang aku lihat. Dia mulai
menjawab keberadaan ayah dan ibu ku. Yang dia katakan saat itu adalah..
“Lala.. ayah dan ibu mu tak ada di sini karena ayah dan ibumu sedang ada di luar kota. Mereka sedang sibuk. Aku akan mengatakan semuanya sama kamu.. aku harap kamu tetap sabar. Jadi seperti ini.. alasan mengapa kamu tidak bisa berbicara adalah karena pita suara kamu putus akibat benda asing yang masuk saat peristiwa kecelakaan minggu lalu. Begitu pun dengan kakimu. Luka di kakimu saat itu terlalu serius, sehingga aku putuskan untuk mengamputasinya. Itupun sesuai dengan keputusan kedua orang tua kamu. Dan yang sebenarnya terjadi sama kamu adalah.. tepatnya minggu lalu kamu alami kecelakaan bersama Radit. Tepatnya di perjalanan saat kamu akan menuju kawasan puncak. Jalanan di sana licin karena telah turun hujan. Karena yang mengendarai oleng saat melewati tikungan dan menghindari bus wisata anak sekolah, mobil yang kamu kendarai bersama Radit di perkirakan menabrak pembatas jalan dan terjun ke dalam jurang. Itu yang di perkirankan polisi saat aku mencoba mencari informasi penyebab kecelakaan mu saat itu”
Aku kaget mendengar penjelasan dokter Romi saat itu. Sontak aku berfikir, lalu dimana Radit sekarang?
Dokter Romi kembali menatapku. Dia bertanya kepadaku, bahwa pasti aku
ingin bertanya dimana Radit sekarang? Ia melanjutkan pembiacaraanya.
Memberiku saran untuk dapat ikhlas. Perasaan ku semakin tak karuhan saat
itu. Aku kembali menatap dokter Romi. Dokter Romi semakin jelas
mengatakan bahwa Radit telah meninggal. Aku tak percaya begitu saja
dengan dokter Romi. Tatapan ku pada Dokter Romi semakin tajam. Ia paham
arti tatapan itu. Ia meyakinkannya. Dokter Romi mengatakan bahwa Radit
sempat di tolong melalui operasi, sempat satu hari setelah operasi ia
terbangun.. dan menginginkan bantuan dari dokter Romi untuk menulis
sebuah surat. Dokter Romi membantu Radit dengan mengambilkan selembar
kertas. Surat itu Ia tujukan untukku, ungkap dokter Romi. Kemudian ia
merogoh saku jasnya dan mengambil selembar kertas yang terlempit rapih.
Surat itu aku buka dan aku baca..
Untuk Novella..
La.. apakah surat ini sudah kamu terima? Aku harap surat ini sedang dalam pegangan kedua tangan mu sekarang. Dalam harapku sekarang, kamu sedang dalam keadaan baik saat membaca selembar surat ku ini. Aku ingin meminta maaf.. karena saat ini aku tak bisa lagi berada di sampingmu. Maaf kan aku jika kamu masih merasakan luka karena kecelakaan yang kita alami di puncak minggu lalu. maaf aku tak bisa bertanggung jawab atas kesalahn yang telah aku perbuat kepadamu, maafkan aku yang telah melukiskan luka di hatimu. Ketahuilah.. sampai kapanpun aku akan terus menyayangimu. Sampai kapanpun kamu adalah anugerah terindah dari Tuhan yang aku terima selama ini. I always love you.. sampai kapanpun aku selalu ada di hatimu. Sebelum surat ini aku tutup.. aku ingin kamu selalu mengenangku dalam barisan kata-kata di lagu ini.. lagu penyanyi idolamu
Sumpah tak ada lagi kesempatanku untuk bisa bersamamu
Kini ku tahu bagaimana caraku ku untuk dapat trus denganmu
Bawalah pergi cintaku
Ajak kemana pun kau mau
Jadikan temanmu.. temanmu paling kau cinta
Disini ku pun begitu trus cintaimu di hidupku
Di dalam hatiku sampai waktu yang pertemukan kita nanti
Radit
Betapa
air mataku tak dapat aku bending saat itu. Secarik kertas itu.. secarik
kertas dari Radit. Orang yang aku sayang. Orang yang berhasil merubah
hidupku. Senyumku ada padanya,, lalu bagaimana dengan senyumku
sekarang?? Tampaknya tak dapat lagi aku rasakan. Kini.. tak ada lagi
senyum apalagi canda tawa. Aku bahkan lupa bagaimana cara untuk
tersenyum.
Surat itu.. sampai sekarang masih aku pegang. Tersimpan
rapi dalam buku harianku. Namun isi dan makna surat itu masih
tertinggal dalam hati aku untuk selamanya. Sampai kapanpun tak ada yang
dapat menggantikan sosok Radit dalam hidupku. Dia yang selalu ada buat
aku. Kehadirannya bahkan melebihi kehadiran sosok kedua orang tua dalam
hidupku. Karena tak pernah dapat aku rasakan kasih sayang yang tulus
dari kedua orang tua aku. Aku berada di kamar ini pun mereka tak
perduli. Tak pernah sekalipun mereka mencoba merasakan kesepian yang aku
rasa dan sakit yang aku rasakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar